Tantangan
Pertanian di Indonesia
sedang berada di
persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta
masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh
dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam
program dan strategipemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau,
pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi
penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai
dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula,
dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil
produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas
petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah hektar, aktifitas
pertanian kehilangan potensi
untuk menciptakan tambahan
lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.
Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai
tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada daerah dan
komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman negara tetangga
menekankan pentingnya dukungan dalam proses
pergeseran tersebut.Sebagai
contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai swasembada
beras, 41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya
38%; suatu perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun.
Sebaliknya, penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya
dari 25% di tahun 1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam
hasil studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian industrial,
hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini berkisar 54% dari
semua hasil produksi
pertanian, kemungkinan besar
akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa yang
akan datang. Panen beras tetap memegang peranan penting dengan nilai sekitar
29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen
beras tidak akan dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan
hasil1.
Tantangan bagi pemerintahan
yang baru adalah
untuk menggalakan
peningkatan produktifitas diantara
penghasil di daerah
rural, dan menyediakan fondasi
jangka panjang dalam peningkatan produktifitas secara terus menerus. Dalam
menjawab tantangan tersebut, hal berikut ini menjadisangat penting:
1.
Fokus dalam pendapatan para
petani; titik berat di padi tidak lagi dapat menjamin segi pendapatanpetani
maupun program keamanan pangan;
2.
Peningkatan produktifitas
adalah kunci dalam peningkatan pendapatan petani, oleh karena itu pembangunan
ulang riset dan sistem tambahan menjadi sangat menentukan;
3.
Dana diperlukan, dan dapat
diperoleh dari usaha sementara untuk memenuhi kebutuhan kredit para petani
melalui skema kredit yang dibiayai oleh APBN;
4.
Pertanian yang telah memiliki
sistem irigasi sangat penting, dan harus dipandang sebagai aktifitas antar
sektor. Pemerintah perlu memastikan integritas infrastruktur dengan
keterlibatan pengguna irigasi secara lebih
intensif, dan meningkatkan
efisiensi penggunaan air
untuk mencapai panen yang lebih optimal hingga setiap tetes air;
5.
Fokus dari peran regulasi dari
Departemen Pertanian perlu ditata ulang. Kualitas input
yang rendah mempengaruhi
produktifitas petani;
karantina diperlukan untuk
melindungi kepentingan petani
dari penyakit dari luar
namun pada saat
yang bersamaan juga
tidak membatasi masuknya bahan baku impor; dan standar produk secara
terus menerus ditingkatkan di dalam rantai pembelian oleh sektor swasta, bukan
oleh pemerintah.